KNOWLEDGE MANAGEMENT (MANAJEMEN PENGETAHUAN)
A. Knowledge Management
1. Beberapa Definisi Knowledge Management
Sebelum munculnya Knowledge Management, pembedaan antara data, informasi, knowledge dan wisdom tidak begitu menyita perhatian para praktisi bisnis, walaupun sebenarnya proses distilasi data menjadi informasi dan informasi menjadi knowledge sudah menjadi bagian dari rutinitas mereka. Pembedaan data, informasi, knowledge dan wisdom menjadi penting dalam KM, karena ketidakjelasan pembedaan potensial menimbulkan inefisiensi dan kesalahan dalam penerapan KM. Karena ada kemungkinan suatu organisasi menyatakan telah menerapkan KM, tetapi pada kenyataannya yang terjadi baru sampai kepada tahapan manajemen data atau informasi.
Definisi tentang KM sangat beragam. Jika kita melakukan pencarian tentang definisi KM di internet, maka kita akan menemukan puluhan bahkan ratusan definisi KM. Definisi KM kemungkinan besar akan bertambah seiring dengan semakin berkembang dan beragamnya pemahaman tentang KM. Biasanya dalam
perancangan KM di dalam suatu perusahaan maka faktor subjektif para perancangnya turut mempengaruhi pemilihan definisi yang akan diadopsi, disamping kesesuaian dengan strategi dan kerangka yang digunakan dalam implementasi KM.
Knowledge Management adalah suatu cara bagi perusahaan untuk mengidentifikasi, membuat, merepresentasikan, mendistribusikan, dan memungkinkan pengadaptasian wawasan dan pengalaman. Wawasan dan pengalaman tersebut terdiri dari pengetahuan, baik yang dimiliki oleh individu maupun pengetahuan yang melekat pada proses atau standar prosedur perusahaan. Tujuan utama Knowledge Management adalah untuk memelihara dan mentransfer dengan efektif pengetahuan yang penting kepada para karyawan (Leung, Chan, & Lee, 2003).
Menurut Karl-Eric Sveiby (1998), Knowledge Management adalah sebuah seni untuk menciptakan nilai dengan cara meningkatkan asset-asset intangible (leveraging intangible assets). Asset-asset intangible yang dimaksud dapat diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kategori yaitu:
1. Kompetensi individu yaitu asset intangible yang berupa pengetahuan dari orang-orang yang ada dalam organisasi/perusahaan.
2. Struktur Internal yaitu asset intangible yang ada atau melekat dalam struktur internal organisasi/perusahaan seperti misalnya merek, prosedur, patent, sistem dan lain-lain.
3. Struktur Eksternal yaitu asset intangible yang berada di luar struktur organisasi/perusahaan seperti pelanggan, pemasok, rekanan dan lain-lain.
Ketiga jenis asset di atas akan dioptimalkan pemanfaatannya untuk menciptakan nilai tambah bagi organisasi dengan menggunakan pengetahuan yang tercipta pada proses knowledge management. Pemanfaatan asset intangible yang berhasil akan meningkatkan nilai organisasi atau perusahaan secara signifikan. Nilai perusahaan dapat meningkat dengan adanya inovasi-inovasi yang dihasilkan melalui proses knowledge management yang pada akhirnya dapat mengantarkan perusahaan menjadi pemenang dalam kompetensi bisnis yang terjadi.
Davidson dan Voss (Setiarso, 2012: 5) mengatakan bahwa sebenarnya mengelola knowledge merupakan cara organisasi mengelola karyawan mereka dan berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk menggunakan teknologi informasi. Sebenarnya knowledge management adalah bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling berbicara.
Sedangkan Robert Buckman (Tobing, 2007: 23) yang merupakan salah satu CEO yang terjun langsung dalam memimpin implementasi KM di perusahaan Buckman Labs, memilih definisi KM dari American Productivity and Quality Centre (APQC). Definisi KM menurut APQC yang digunakan untuk Buckman Labs adalah systemic approaches to help information and knowledge emerge and flow to the right people at the right time to create value.
2. Manfaat Implementasi KM
Knowledge merupakan asset kunci agar suatu perusahaan memiliki keunggulan kompetitif yang kontinu. Menurut Tobing (2007: 24) Keunggulan kompetitif tersebut diperoleh dari dampak implementasi Knowledge management terhadap berbagai bidang berikut:
a. Bidang operasi dan pelayanan
Saat ini telah terjadi perubahan dari industry manufaktur ke industri jasa yang berimplikasi terhadap karakteristik dari pekerjaan (job characteristic). Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifitas yang sifatnya berulang sesuai dengan instruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan pengertian dan pengetahuan dimiliki oleh pekerja. Pekerjaan ini disebut knowledge work dan pekerjanya disebut knowledge worker, istilah yang pertama kali disebutkan oleh pemikir manajemen terkemuka Peter F. Drucker.
Perusahaan yang memiliki knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge yang terkelola dengan baik. Customer knowledge ini dapat diakses oleh pekerjanya serta dapat membantu mereka dalam memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya. Knowledge worker sangat mengenal pelanggannya, mereka mengetahui permasalahan yang dihadapi pelanggan dan solusi yang sudah terbukti efektifitasnya serta mengetahui secara proaktif kebutuhan pelanggannya karena semuanya itu tersaji dalam basis customer knowledge perusahaan yang dikelola dengan prinsip-prinsip knowledge management (KM).
Akibat logis dari kondisi tersebut adalah, knowledge worker dapat memberikan respon yang lebih cepat, penanganan klaim pelanggan yang lebih baik, serta pelayanan yang lebih proaktif.
b. Bidang pengembangan kompetensi personil
Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang kontinu. Proses ini berawal dari akuisi knowledge yang kemudian diaplikasikan dalam proses bisnis organisasi. Knowledge yang diaplikasikan potensial memunculkan knowledge yang baru melalui proses knowledge creation (penciptaan knowledge). Hal ini kemudian dipelihara dan di share kembali untuk dapat diakusisi dan dimanfaatkan secara luas. Siklus inilah menjadi proses utama dalam KM yaitu berupa proses-proses: knowledge creation, knowledge retention, knowledge transfer/sharing, dan knowledge utilization.
Knowledge transfer/sharing sebagai salah satu proses utama dalam KM, pada hakekatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Namun demikian, tersedianya bahan ajar atau knowledge dalam KM yang disimpan dalam memory perusahaan, belum tentu akan mendorong minat belajar karyawan. Hal ini dapat terjadi karena dua faktor yaitu, pertama, knowledge yang tersedia kurang relevan dengan tugas sehari-hari dari para pekerja. Kedua, para pekerja memang tidak memiliki motivasi dan daya yang memadai untuk belajar secara mandiri.
Untuk mengatasi faktor penghambat belajar yang pertama, perusahaan perlu secara terus menerus mengamati perkembangan kebutuhan knowledge yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan dan melakukan updating knowledge yang tersimpan di dalam memory perusahaan.
Sedangkan untuk mengatasi faktor penghambat yang kedua, pekerja perlu didorong untuk memanfaatkan knowledge yang sudah tersedia di memory perusahaan melalui pembelajaran mandiri. Berbagai pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar karyawan adalah dengan memfasilitasi proses belajar dalam bentuk tatap muka. Proses belajar mandiri ini perlu dievaluasi sekaligus dihargai melalui asesmen. Misalnya dengan membuka kesempatan kepada para pekerja untuk mencapai kualifikasi tertentu melalui proses eksaminasi. Dimana perusahaan menyediakan materi ajar, selanjutnya siapa yang dapat menguasai materi ajar tersebut pada tingkat kualifikasi tertentu diberi tunjangan serta penugasan yang khusus sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
c. Bidang pemeliharaan ketersediaan knowledge
Skill dan knowledge yang dimiliki oleh para pekerja dalam sebuah perusahaan perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss. Knowledge loss adalah suatu kondisi dimana perusahaan kehilangan knowledge yang dibutuhkannya, walau knowledge tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaan tersebut. Knowledge loss dapat terjadi ketika seorang pekerja keluar dari perusahaan baik karena alasan pension atau pindah ke perusahaan lain, sementara knowledge yang dimiliki pekerja tersebut belum ditransfer kepada memory perusahaan atau pekerja lainnya di dalam perusahaan. Knowledge loss dapat mengakibatkan terganggunya operasi perusahaan, bahkan dapat mengakibatkan gangguan yang lebih serius jika perpindahan atau keluarnya pekerja tersebut diikuti dengan berpindahnya beberapa pelanggan ke perusahaan lain atau mengikuti pekerja tersebut menjadi pelanggan dari perusahaan yang baru dimasukinya.
d. Bidang Inovasi dan Pengembangan Produk
Salah satu produk dari KM adalah proses pembelajaran yang berimplikasi terhadap peningkatan kemampuan inovasi yaitu dengan terciptanya knowledge baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalah yang dihadapi pelanggan.
Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif dan lintas fungsi. Artinya produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan, tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekedar baru, tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan semestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit marketing melakukan pengujian apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi (Davenport, 1993). KM dapat mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena KM sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik virtual maupun tatap muka) dan knowledge sharing.
Semua manfaat KM yang dijelaskan pada butir a sampai d di atas, akan bermuara pada peningkatan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan value perusahaan. Peningkatan value perusahaan merupakan akibat logis dari peningkatan kepuasan pelanggan, penambahan jumlah pelanggan, penurunan biaya operasi, terjaminnya knowledge, dan terciptanya produk-produk inovatif yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan.
3. Faktor-Faktor Penting dalam Implementasi KM
Implementasi knowledge management tidak akan bisa berjalan jika tanpa ada proses knowledge sharing di dalamnya, karena dengan adanya knowledge sharing ini pengetahuan yang dimiliki individual dapat terakumulasi menjadi pengetahuan organisasi. Knowledge management memfasilitasi proses ini sehingga pengetahuan tersebut dapat terorganisir secara lebih baik dan nantinya bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk kepentingan organisasi. Dengan adanya knowledge management yang didasari dengan adanya akumulasi pengetahuan individual melalui knowledge sharing ini, maka jika sewaktu-waktu ada salah satu anggota organisasi yang keluar, pengetahuan yang dimiliki individu tersebut tidak akan hilang karena telah menjadi pengetahuan organisasi dan organisasi tidak akan mengalami goncangan dengan adanya anggota yang keluar tersebut.
Dalam implementasinya, pengetahuan atau knowledge yang terakumulasi dalam suatu organisasi dapat dimanfaatkan dan digunakan sebagai alat untuk menemukan solusi dari masalah yang sedang dihadapi organisasi yang bersangkutan. Selain itu, pengetahuan ini juga bisa digunakan untuk menciptakan ide-ide baru maupun untuk memperbaiki ide-ide yang telah ada dalam organisasi. Oleh sebab itulah, jika tidak dikelola dengan baik dalam kerangka knowledge management yang terstruktur, pengetahuan yang peranannya sangat penting dalam organisasi ini tidak akan bisa membawa perbaikan dan tentu tidak akan bisa pula membuat organisasi tersebut tetap bisa bertahan di tengah era globalisasi dewasa ini.
Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan agar knowledge management suatu organisasi dapat diimplementasikan secara optimal, menurut Tobing (2007: 28) yaitu;
a. Manusia
Pada hakekatnya knowledge berada di dalam pikiran manusia berupa tacit knowedge. Carla O’Dell mengatakan bahwa 80% knowledge adalah berupa tacit knowledge dan hanya 20% berupa knowledge eksplisit (Tobing, 2007: 28). Disamping sebagai sumber knowledge, manusia pada hakekatnya juga merupakan pelaku dari proses-proses yang ada di dalam KM. Jika proses knowledge sharing/transfer dan knowledge creation tidak dapat berjalan, maka persoalan utamanya adalah karena tidak adanya kemauan dan kemampuan manusia untuk melakukannya. Semua proses-proses tersebut dapat berjalan, selama manusia memang terdorong untuk melakukannya, walaupun tanpa bantuan teknologi.
Meningkatkan motivasi dan membangkitkan partisipasi anggota organisasi dalam implementasi KM, memerlukan pendekatan-pendekatan manajemen SDM. Berbagai penelitian, tulisan dan praktek implementasi KM membuktikan bahwa pemberian reward merupakan salah satu faktor yang signifikan dalam menentukan keberhasilan implementasi KM dan meningkatkan partisipasi aktif karyawan untuk membagikan knowledge yang dimilikinya serta meningkatkan kemampuan belajar mandiri dan berinovasi.
b. Leadership
Peran yang sangat kritis yang harus dijalankan oleh pemimpin adalah membangun visi yang kuat, yaitu visi yang dapat menggerakkan seluruh anggota organisasi untuk tersebut. Visi tidak hanya sekedar statement yang bersifat retorik, tetapi harus diikuti oleh tindakan nyata dari pemimpin itu sendiri dalam memberikan teladan dan keyakinan kepada seluruh anggota organisasi bahwa memang organisasi sungguh-sungguh diarahkan dan digerakkan menuju visi yang telah ditetapkan. Sebaik-baiknya pernyataan visi, jika tidak ditindaklanjuti akan segera kehilangan efektifitasnya dan secara psikologis akan menjadi khayalan yang sudah dianggap menjadi kenyataan dan ini sangat berbahaya bagi sebuah organisasi.
c. Teknologi
Perkembangan teknologi informasi (TI) yang sudah merasuk ke semua aspek kegiatan manusia membuat penggunaan teknologi informasi menjadi salah satu enabler dari KM. Perkembangan TI membuat semakin banyak proses yang diotomasi dan juga semakin banyak pekerja yang menghabiskan waktunya didepan komputer baik untuk melakukan pekerjaan analisis, mengeksekusi proses bisnis maupun untuk berkomunikasi. Internet saat ini sudah menjadi interface dan sekaligus integrator antara manusia dengan manusia lainnya. Perkembangan teknologi internet dengan berbagai aplikasi didalamnya membuat teknologi ini menjadi basis utama pengembangan KM Tool. Tujuan utama dari penggunaan teknologi internet dalam KM adalah untuk mendistribusikan knowledge melalui internet/intranet yang memungkinkan knowledge yang dimiliki perusahaan dan karyawannya tersebar secara corporate wide dan menjadi milik kolektif perusahaan atau organisasi. Selain berfungsi sebagai media utama pendistribusian knowledge, penggunaan teknologi IT dalam KM juga sangat berperan dalam mengeksekusi berbagai proses di KM yaitu:
- Capture, generate atau akuisi knowledge
- Kodifikasi knowledge
- Knowledge maintenance (validasi, pemeliharaan integritas knowledge)
- Security dari knowledge
- Memonitor pemanfaatan knowledge.
d. Organisasi
Organisasi berkaitan dengan penanganan aspek operasional dari aset-aset knowledge, termasuk fungsi-fungsi, proses-proses, struktur organisasi formal dan informal, ukuran dan indikator pengendalian, proses penyempurnaan, dan rekayasa proses bisnis.
Organisasi yang supportif terhadap KM adalah organisasi yang menghargai knowledge dan yang memilikinya. Organisasi ini sangat fleksibel dan sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan.Galbraith et al (2002) menyatakan bahwa reconfigurable organization (organisasi yang dinamis) adalah organisasi yang mampu mengkombinasikan dan mengkombinasikan ulang skill, kompetensi, dan sumber daya organisasi untuk merespon perubahan-perubahan lingkungan. Sehingga jenis organisasi ini adalah berbasis knowledge.
Agar lebih kondusif terhadap implementasi KM, fungsi-fungsi pengelolaan knowledge sebaiknya dimunculkan. Fungsi-fungsi KM tersebut akan menjadi integrator dari fungsi-fungsi lainnya di dalam suatu organisasi.
Organisasi yang bersifat tradisional tidak mengenal posisi-posisi baru yang bernama CKO (Chief of Knowledge Officer), Senior Manager KM arau Officer KM. Posisi-posisi ini berkaitan dengan KM, dan cakupan tugasnya bersifat lintas fungsi, lintas unit dan lintas disiplin bahkan lintas hirarki. Sehingga perusahaan yang berkeinginan untuk mengimplementasi KM, harus mempersiapkan diri untuk tidak saja familier dengan posisi-posisi baru tersebut, tetapi juga harus merancang fungsi-fungsi, proses-proses, struktur serta menata ulang mekanisme koordinasi, interaksi dan aliran informasi/'knowledge dengan posisi-posisi tersebut.
e. Learning
Garvin (1998) mendefinisikan learning organization sebagai keterampilan organisasi dalam lima aktifitas utama, yaitu:
- Penyelesaian masalah secara sistematis
- Pengujicobaan pendekatan-pendekatan baru
- Belajar dari pengalaman masa lalu
- Belajar dari praktek terbaik
- Transfer/'sharing knowledge secara cepat dan efisien ke seluruh organisasi. Proses learning menjadi sangat penting dalam KM, karena melalui proses inilah diharapkan muncul ide-ide, inovasi dan knowledge baru, yang menjadi komoditas utama yang diproses dalam KM. Untuk itu perusahaan perlu mendorong dan memfasilitasi proses learning dengan memastikan individu- individu berkolaborasi dan melakukan sharing knowledge secara optimal. Pemimpin harus memperlengkapi organisasi dengan lingkungan dan karakter- karakter yang dibutuhkan untuk terbentuknya learning organization, serta memberikan solusi dalam mengatasi hambatan belajar yang dihadapi organisasi.
B. Siklus Knowledge
Polanyi seorang ahli kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa knowledge terdiri dari dua jenis yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge. Tacit knowledge merupakan knowledge yang diam di dalam benak manusia dalam bentuk intuisi, judgement, skill, values dan belief yang sangat sulit diformalisasikan dan di share ke orang lain. Sedangkan explicit knowledge adalah knowledge yang dapat atau sudah terkodifikasi dalam bentuk dokumen atau bentuk berwujud lainnya sehingga dapat dengan mudah ditransfer dan didistribusikan dengan menggunakan berbagai media. Explicit knowledge dapat berupa formula, kaset/cd video dan audio, spesifikasi produk atau manual menurut Tobing (2007: 21).
Kedua jenis knowledge tersebut, oleh Nonaka dan Takeuchi (Setiarso, 2012: 35) dapat dikonversi melalui empat jenis produk konversi, yaitu: Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi. Keempat jenis proses konversi ini disebut SECI Process (S: Socialization, E: Externalization, C: Combination, dan I: Internalization) seperti yang tertera pada Gambar 2.1. Empat model konversi knowledge yaitu:
1. Sosialisasi
Proses sosialisasi antar SDM di organisasi salah satunya
dilakukan melalui pertemuan tatap muka (rapat, diskusi dan pertemuan bulanan).
Melalui pertemuan tatap muka, SDM dapat saling berbagi knowledge
dan pengalaman yang dimilikinya sehingga tercipta knowledge
baru bagi mereka. Rapat dan diskusi yang dilakukan secara berkala harus
memiliki notulen rapat. Notulen rapat ini kemudian menjadi bentuk eksplisit
(dokumentasi) dari knowledge.
Di dalam
sistem knowledge
management yang akan dikembangkan, fitur-fitur Collaboration,
seperti e-mail,
diskusi elektronik, komunitas praktis memungkinkan pertukaran tacit
knowledge (informasi, pengalaman dan keahlian) yang dimiliki seseorang
sehingga organisasi semakin mampu belajar serta melahirkan ide-ide baru yang
kreatif dan inovatif. Proses sosialisasi juga dapat dilakukan melalui
pendidikan dan pelatihan (training)
dengan mengubah tacit
knowledge para trainer
menjadi tacit
knowledge para karyawan.
2.
Eksternalisasi
Sistem Knowledge
Management akan sangat membantu proses eksternalisasi ini, yaitu proses
untuk mengartikulasi tacit
knowledge menjadi suatu konsep yang jelas. Dukungan terhadap proses
eksternalisasi ini, dapat diberikan dengan mendokumentasikan notulen rapat
(bentuk eksplisit dari knowledge
yang tercipta saat diadakannya pertemuan) ke dalam bentuk elektronik
untuk kemudian dapat dipublikasikan kepada mereka yang berkepentingan.
Organisasi telah mendatangkan beberapa expert
untuk melakukan serangkaian kegiatan sesuai dengan bidang keahliannya, yang
tidak dimiliki oleh organisasi. Dengan mendatangkan expert,
akan terdapat knowledge
baru dalam organisasi yang dapat dipelajari, dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk meningkatkan knowledge/kompetensi sumber daya manusia. Untuk itu, semua tacit
knowledge yang diperoleh dari expert
dan hasil pekerjaan expert
yang antara lain berwujud konsep-konsep, sistem serta prosedur, manual, laporan
pelaksanaan
uraian pekerjaan harus didokumentasikan untuk kemudian dimanfaatkan oleh
organisasi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
3. Kombinasi
Proses
konversi knowledge
melalui kombinasi adalah mengombinasikan berbagai explicit
knowledge yang berbeda untuk disusun ke dalam sistem knowledge
management. Media untuk proses ini dapat melalui intranet (forum
diskusi), database
organisasi dan internet untuk memperoleh sumber eksternal. Fitur-fitur Enterprise
Portal seperti knowledge
organization system yang memiliki fungsi untuk pengategorian informasi (taksonomi),
pencarian dan sebagainya sangat membantu dalam proses ini. Business
Intelligence sebagai fungsi penganalisis data secara matematis dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan. Data yang telah tersimpan dalam sistem (data
warehouse) dianalisis terutama untuk analisis data kondisi daerah,
keuangan, operasional serta yang bersifat strategis, seperti pembuatan
indikator-indikator kinerja. Demikian pula Content
Management yang memiliki fungsi untuk mengelola informasi organisasi
baik yang terstruktur (database)
maupun yang tidak terstruktur (dokumen, laporan, notulen) dapat mendukung
proses kombinasi ini.
4. Internalisasi
Semua
dokumen data, informasi dan knowledge
yang sudah didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Pada proses ini
terjadi peningkatan knowledge
sumber daya manusia. Sumber-sumber explicit
knowledge dapat diperoleh melalui media intranet (database
organisasi), surat edaran/surat keputusan, papan pengumuman dan internet serta
media massa sebagai sumber eksternal. Untuk dapat mendukung proses ini, sistem
perlu memiliki alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen. Content
Management, selain mendukung proses kombinasi, juga dapat memfasilitasi
proses internalisasi.
C.
Strategi
Transfer Knowledge
Transfer pengetahuan baik yang bersifat spontan,
terstruktur maupun tidak terstruktur merupakan hal yang sangat vital bagi kesuksesan
organisasi. Ketika teknologi informasi telah berkembang dengan baik seperti e-mail,
chatting dan sebagainya ternyata tatap muka merupakan saluran untuk
mentransfer pengetahuan yang paling penting. Hal tersebut dikarenakan
pengetahuan tacit
knowledge maupun ambisi anggota organisasi sangat sulit ditransfer
melalui teknologi.
Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk
mentransfer pengetahuan diantaranya dengan memberi tugas-tugas baru kepada
anggota organisasi sehingga diharapkan dapat membantu menyerap dan menciptakan
pengetahuan baru. Strategi yang dapat ditempuh oleh organisasi sehingga proses
transfer pengetahuan dapat berlangsung dengan efektif (Sangkala, 2007: 130)
antara lain dapat dilakukan dengan cara-cara berikut:
1. Mendesain Ruang
Percakapan
Bagi Knowledge
worker, percakapan merupakan cara mengungkapkan apa yang mereka ketahui,
berbagi dengan para koleganya, dan di dalam proses tersebut sering kali
tercipta pengetahuan baru bagi organisasi.
Transfer
pengetahuan melalui pembicaraan antar individu dapat berlangsung tidak hanya
melalui cara-cara manajemen tradisional, tetapi juga dapat dilakukan mengikuti
kecenderungan kantor yang sudah bersifat virtual (virtual
offices). Banyak perusahaan saat ini yang mengadopsi model bekerja
secara virtual dimana fungsi-fungsi yang berorientasi pada pelanggan seperti
bagian penjualan dan pelayanan didorong untuk bekerja pada tempat dimana
pelanggan berada. Pengaturan seperti ini mampu menciptakan fleksibilitas bagi
karyawan sehingga waktu dan perhatian yang diberikan kepada pelanggan bisa
lebih banyak serta lebih memungkinkan terjadi proses transfer pengetahuan dari
pelanggan kepada karyawan.
Transfer
pengetahuan yang berlangsung di dalam organisasi terjadi karena kedua belah
pihak didasari oleh perasaan tulus dan sukarela. Cara yang paling mudah untuk
mendorong karyawan serius berbagi pengetahuan adalah dengan menghilangkan
segala aturan dan prosedur yang dapat menghalangi terciptanya ide-ide baru di
dalam diri karyawan maupun tim.
Thomas Davenport dan Larry Prusak (Sangkala, 2007: 134)
memberikan gambaran mengenai rintangan yang paling sering terjadi sehingga
menghambat aliran pengetahuan berlangsung di dalam organisasi. Davenport dan
Prusak mengusulkan cara untuk mengatasi rintangan tersebut dengan membangun kultur
sebagai berikut:
|
2. Melakukan Pekan
Pengetahuan atau Forum Terbuka
Berbagai
cara dapat ditempuh oleh organisasi untuk melakukan transfer pengetahuan lintas
departemen atau unit organisasi. Beberapa diantaranya, yaitu dengan membuat
satu lokasi dan menugaskan kepada karyawan untuk berinteraksi secara informal.
Metode piknik dapat menyediakan peluang pertukaran antar karyawan mengenai
hal-hal yang belum pernah diperbincangkan terkait dengan pekerjaan. Demikian
juga pekan pengetahuan merupakan forum yang lebih teratur dengan baik yang
mampu mendorong pertukaran pengetahuan, tetapi masih memungkinkan terjadi
spontanitas. Kegiatan ini akan membawa setiap orang bersama-sama tanpa
prasangka mengenai siapa yang harus berbicara kepada siapa.
Pekan
pengetahuan ini merupakan salah satu metode transfer pengetahuan yang tidak
terstruktur, namun memberikan kepada karyawan peluang untuk bebas dan juga
cukup waktu untuk berdiskusi. Berbeda halnya dengan konferensi yang dikelola
dengan jadwal yang padat dimana para pembicara diatur jadwalnya dengan ketat.
Demikian juga seperti kegiatan workshop
atau kegiatan lain yang terjadwal dengan ketat sehingga tidak ada waktu bagi
peserta untuk berbicara mengenai apa yang mereka ingin bicarakan dan dengarkan.
Walaupun demikian bukan berarti pekan pengetahuan lebih baik dibandingkan
dengan konferensi, tetapi yang terpenting karyawan membutuhkan satu ruang untuk
melakukan pilihan-pilihan dan waktu untuk bercakap-cakap.
Transfer
pengetahuan merupakan proses yang relatif sangat sulit dilakukan karena
tergantung kepada jenis pengetahuan yang ingin ditransfer. Transfer misalnya
dapat dilakukan melalui kerja sama, mentoring
atau pemagangan. Perusahaan yang berkomitmen melakukan pentransferan tacit
knowledge seringkali harus menyusun program mentoring dimana karyawan
senior diharapkan mau mentransfer pengetahuannya kepada yang lebih junior.
Namun demikian, perlu digarisbawahi bahwa untuk memperluas proses transfer
pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi informasi, tetapi
nilai-nilai, norma-norma dan perilaku yang mendasari kultur organisasi secara
prinsipil sangat menentukan kesuksesan transfer pengetahuan.
D.
Penyelarasan
Strategi Knowledge
Management dengan Strategi Bisnis Perusahaan
1. Strategi Perusahaan dan
Strategi KM
Menurut kamus Longman edisi 2013, strategi
merupakan “'planned
series of actions for achieving something” atau merupakan
tindakan-tindakan yang terencana dalam rangka mencapai sesuatu. Strategi perusahaan
merupakan salah satu fondasi yang harus tetap diacu dalam implementasi setiap
inisiatif-inisiatif suatu organisasi, termasuk didalamnya inisiatif
implementasi KM. Dalam strategi tercakup visi, misi, objektif dan
program-program serta langkah-langkah yang akan dilakukan oleh suatu perusahaan
atau organisasi. Adalah hal yang lazim, jika semua upaya dan inisiatif
perusahaan merupakan bagian yang integral dari pengimplementasian strategi
perusahaan. Termasuk di dalam inisiatif itu adalah restrukturisasi, reorganisasi,
penetapan portofolio bisnis, dan knowledge
management.
Sedangkan strategi KM merupakan formulasi visi, misi dan
objektif strategis dari pengolahan knowledge
yang dijabarkan dari strategi perusahaan. Perlu ditekankan bahwa KM bukanlah
untuk KM itu sendiri, KM diimplementasikan untuk mendukung keberhasilan
strategi perusahaan. Sehingga sukses implementasi KM dapat dilihat dari sejauh
mana kontribusi KM dalam mendukung pencapaian target-target perusahaan, baik
jangka pendek maupun jangka panjang.
Pertanyaan yang sering muncul adalah, apakah knowledge
yang menentukan strategi bisnis perusahaan atau strategi bisnis yang
mempengaruhi penentuan knowledge?
Strategi bisnis membentuk knowledge,
tetapi sebaliknya strategi bisnis juga idealnya dibentuk oleh knowledge.
Strategi akan menentukan knowledge
apa yang dibutuhkan untuk mensukseskan strategi itu sendiri. Tetapi ketika
muncul knowledge
yang baru maka knowledge
baru tersebut dapat juga mengubah, atau paling tidak mempertanyakan apakah
strategi yang telah diambil masih relevan atau tidak.
Idealnya knowledge
terintegrasi dalam proses penyusunan strategi, sebagaimana knowledge
terintegrasi dalam proses-proses yang berkaitan dengan produk dan jasa. Tetapi
ketika strategi sudah terumuskan, maka intensitas knowledge
yang dibutuhkan untuk melaksanakannya menjadi lebih tinggi. Hal itu terjadi
sebagai konsekuensi dari harus tersedianya knowledge
operasional yang dibutuhkan untuk mengeksekusi proses-proses detail dari
implementasi strategi itu sendiri.
2. Implikasi
Strategi Perusahaan Terhadap Strategi KM
Pada Gambar 2.2 ditunjukkan
suatu siklus perumusan strategi perusahaan dan implikasinya terhadap strategi
KM.
Gambar 2.2 di atas menunjukkan strategi perusahaan yang telah ditetapkan, dirumuskan
langkah-langkah atau inisiatif yang hams dilakukan. Kemudian dari inisiatif
yang ditetapkan, dilakukan identifikasi knowledge
yang dibutuhkan untuk mengeksekusi inisiatif tersebut.
Sesudah knowledge
yang dibutuhkan dapat dirumuskan dan diinventarisasi, maka dilakukan knowledge
gap analysis berdasarkan kerangka seperti pada Gambar 2.3. Kerangka Zack
dapat membantu personil KM dalam melakukan pemilahan antara knowledge
yang sudah dimiliki perusahaan dan yang belum dimiliki oleh perusahaan.
Untuk knowledge
yang sudah dimiliki oleh perusahaan, personil KM juga harus melakukan analisa
ketersediaan dan kualitas knowledge;
identifikasi unit atau personil yang memiliki knowledge
tersebut; dan ketersediaan knowledge
tersebut apakah dalam bentuk tacit
atau explicit;
dan juga apakah explicit
knowledge tersebut tersedia dalam bentuk digital, manual atau buku. Dan
terakhir, bagaimana tingkat aksebilitas terhadap knowledge
yang sudah dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Sedangkan
untuk knowledge
yang belum dimiliki, harus dilakukan analisis untuk mengidentifikasi
organisasi, perusahaan atau orang yang sudah memiliki knowledge
tersebut dan bagaimana tingkat aksebilitas terhadap knowledge
tersebut. Selanjutnya dikembangkan strategi KM yang mendeskripsikan langkah
atau cara yang harus dilakukan untuk mengakuisisi, menyimpan atau memelihara,
dan mendistribusikan knowledge
tersebut agar dapat dimanfaatkan oleh perusahaan (knowledge
utilization).
E.
Pentingnya Knowledge
Management di Perusahaan
Pentingnya Knowledge
Management dapat dipandang dalam proses pengambilan keputusan. Informasi
sangatlah penting dalam proses pengambilan keputusan, karena dalam proses
pengambilan keputusan dibutuhkan informasi-informasi historis, pengetahuan-pengetahuan
pendukung dalam mengolah data menjadi informasi yang berguna, dan
informasi-informasi pendukung lainnya. Namun seringkali kebanyakan perusahaan
menemui kesulitan dalam mendapatkan informasi-informasi yang relevan untuk
mendukung proses pengambilan keputusan ketika informasi-informasi tersebut
sedang dibutuhkan.
Kendala
ini dialami oleh kebanyakan perusahaan karena mereka seringkali tidak mengerti
informasi-informasi apa yang diperlukan, dan tidak tahu metode dan cara untuk
mendapatkan informasi-informasi tersebut secara efektif dan efisien. Kendala
tersebut tentunya akan menghambat proses pengambilan keputusan yang berdampak
pula kegiatan operasional perusahaan.
Menurut
Budiani dan Kosasih (Kosasih & Budiani, 2007) dalam penelitiannya mengenai
dampak Knowledge
Management di perusahaan sektor perhotelan, hasil penelitian menunjukkan
bahwa Knowledge
Management secara tidak langsung mempengaruhi kinerja karyawan, ada
pengaruh yang signifikan antara personal knowledge
terhadap job
procedure dan faktor yang paling dominan mempengaruhi kinerja karyawan
adalah teknologi.
Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Evangelista (Evangelista, Esposito, Lauro &
Raffa, 2010) terhadap 25 perusahaan kecil menengah di Italia, penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan sistem Knowledge
Management untuk internal dan eksternal dapat memberikan dampak positif,
bukan saja pada aspek inovasi dan kegiatan operasional tetapi juga dapat
membantu mengidentifikasi peluang- peluang pasar baru.
Menurut
Ibrahim dan Reid (Ibrahim & Reid, 2010), berdasarkan hasil penelitiannya,
sebagian besar perusahaan yang diteliti, hubungan antara Knowledge
Management, Business Benefit, Bottom Line hampir selalu jelas
keberadaannya. Dengan kata lain, Knowledge
Management memiliki andil dalam menciptakan nilai tambah bagi
perusahaan.
F.
Efektifitas
dan Efisiensi KM
Tujuan utama KM adalah memastikan tersedianya knowledge
yang dibutuhkan pada saat yang tepat dan untuk orang yang tepat yang
penggunaannya akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi organisasi atau untuk
menciptakan nilai bagi perusahaan. Untuk itu kebutuhan knowledge
dan tingkat kepentingannya perlu dirumuskan sebagai acuan utama penyediaan knowledge.
Ada
kemungkinan knowledge
yang sudah dimiliki oleh perusahaan, termasuk yang baru diakuisisi, kurang
efektif dalam pemanfaatannya. Hal ini dapat disebabkan belum tepatnya pemenuhan
kebutuhan knowledge
dengan ketersediaan knowledge.
Ada kalanya tingkat ketersediaan knowledge
begitu tinggi tetapi kebutuhan dan tingkat kepentingan strategisnya rendah. Hal
ini menimbulkan inefisiensi seperti yang ditunjukkan pada kuadran kanan bawah
dari Gambar 2.4. Sebaliknya, ada kalanya kebutuhan knowledge
yang memiliki tingkat kepentingan strategisnya tinggi, ternyata tingkat
ketersediaan knowledge
rendah. Hal ini menunjukkan pengelolaan knowledge
yang tidak efektif.
Tingkat ketersediaan knowledge
yang tinggi, tidak menjamin bahwa KM di organisasi tersebut sudah berjalan
dengan efektif. Knowledge
overload dapat terjadi jika tidak
ditemukan link
yang tepat antara ketersediaan knowledge
dengan tingkat kebutuhan dan tingkat kestrategisan dari knowledge.
Faktor berikutnya yang dapat menyebabkan ketidakefektifan
dan inefisiensi KM, adalah kurang dinamisnya KM. Hal ini ditandai dengan adanya
delay
dan gap
antara kebutuhan dan penyediaan knowledge
dan kurangnya kompetensi eksekutor inisiatif atau proses bisnis dalam
menggunakan knowledge
yang sudah tersedia. Masalah ini dapat disebabkan oleh adanya kemungkinan
perubahan-perubahan yang terjadi pada saat pelaksanaan proses bisnis. Perubahan
itu antara lain adalah munculnya pelanggan (sebagai penerima output
proses) dengan karakteristik yang sama sekali baru dan berbeda, munculnya
teknologi baru, atau masih kurangnya knowledge
atau kapabilitas eksekutor, sehingga yang bersangkutan tidak dapat memahami dan
memanfaatkan knowledge
yang sudah disediakan oleh perusahaan.
Hal lain
yang sering mengurangi efektifitas knowledge
eksisting adalah munculnya kreatifitas baru ketika proses implementasi strategi
sedang berlangsung. Kreatifitas itu dapat timbul pada level strategi sehingga
ada perubahan atau modifikasi strategi yang tentu saja berimplikasi pada proses
bisnis dan knowledge
needs. Jika kreatifitas itu muncul pada level proses bisnis, maka yang
berubah adalah metodologinya yang juga berimplikasi pada perubahan kebutuhan knowledge.
Faktor
kapabilitas eksekutor dan timbulnya modifikasi terhadap strategi yang sedang
dijalankan, merupakan masalah yang sulit dihindari pada era knowledge
ini. Masalah ini akan dapat disolusi jika eksekutor dari proses bisnis adalah knowledge
worker yang memiliki learning
capability dan kemampuan adaptasi yang tinggi.
Dari
uraian ini, sangat disadari bahwa efektifitas dan efisiensi KM bukan hanya
bertumpu kepada penyediaan materi knowledge
dan infrastrukturnya saja, tetapi juga sangat ditentukan oleh kultur, perilaku
dan kapabilitas dari suatu organisasi terutama sumber daya manusianya. Untuk
itu, inisiatif KM perlu dilengkapi dengan program change
management untuk membekali organisasi dengan kapabilitas yang memadai
dalam mengimplementasikan program-program KM.